Home » Ziarah ke Taman Doa Ngrawoh di Sragen

Jumat lalu, saya ikut rombongan lingkungannya Vivi (temen SMA) ke Taman Doa Santa Perawan Maria Di Fatima Ngrawoh yang terletak di Dukuh Ngrawoh, Desa Pilangsari, Kecamatan Gesi, Sragen. Dari Jogja, naik bus perlu waktu kurang lebih 3 jam (lewat tol Colomadu).

Uskup Agung Semarang Mgr. Johanes Maria Pujasumarta ketika melantik panitia pembangunan taman doa memunculkan nama kiasan Ngrawoh yang disangkut pautkan dengan dukuh Ngrawoh, yakni ngarah uwoh. “Ngarah uwoh bahasa kiasan untuk meyakinkan umat supaya berduyun-duyun berdoa hingga mengarah ke satu titik atau mengarah ke buah. Buahnya apa di sana. Setiap orang kan masing-masing, bisa kesaksian-kesaksian, misalkan sakit bisa sembuh, keinginan mendaftar bisa lulus, atau yang lain,” kata dia kepada Solopos.com, Sabtu (13/11/2021). -Dari Solopos.com –

Saya baru pertama kali ke sini, jadi walaupun panas banget, tetap semangat jalan kaki untuk naik ke taman doa dari parkiran. Bagi yang tidak ingin jalan kaki, bisa naik ojek motor ke atas dengan tarif 5.000 rupiah. Lokasi taman doa memang agak di atas, tapi jalannya tidak curam dan tidak jauh, mungkin hanya 300 meter dari tempat parkir. Bentuk taman doa sendiri juga agak berundak, untuk jalan salibnya memang perlu naik turun tangga. Mungkin bagi yang sudah sepuh atau yang bermasalah dengan kaki, bisa langsung menunggu di depan patung Bunda Maria di depan kolam pertobatan.

Yoni di Taman Doa Ngrawoh

Yang menarik banget bagi saya, di sebelah pemberhentian terakhir ada situs yoni yang tetap dirawat. Agak merinding pas pertama kali melihatnya karena biasanya melihat yoni/lingga di candi atau situs Hindu, tetapi di sini ada di tengah-tengah taman doa milik umat Katolik.

Keberadaan situs yoni ini sangat menarik karena menandakan adanya integrasi dan penghormatan terhadap warisan budaya dan spiritualitas lokal. Hal ini menunjukkan bahwa taman doa ini bukan hanya tempat ibadah bagi umat Katolik, tetapi juga ruang yang menghargai dan merangkul kekayaan budaya masyarakat sekitarnya. Taman doa ini juga bisa tumbuh bersama masyarakat sekitar yang belum tentu beragama Katolik secara ekonomi, karena warga setempat membuka warung-warung, berjualan buah, makanan, dan juga banyak ibu-ibu menawarkan ojek dari parkiran sampai ke atas dan juga baliknya.

Ziarah kali ini memberi saya perspektif baru tentang bagaimana harmoni antar umat beragama bisa terwujud dalam bentuk yang sederhana namun mendalam. Di taman doa ini, tempat ibadah tidak hanya berfungsi sebagai ruang spiritual, tetapi juga sebagai jembatan yang menghubungkan kita dengan sejarah dan budaya setempat. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *