Hari Raya Kuningan di Indonesia
(English version here )
Hari Raya Kuningan berlangsung setiap 210 hari, bertepatan dengan Saniscara Kliwon Wuku Kuningan, atau sepuluh hari setelah Galungan, sebagai hari puncaknya/resepsinya.
Secara etimologis, “Kuningan” berasal dari kata “kauningan” yang berarti pencapaian kesadaran spiritual melalui introspeksi, agar terhindar dari malapetaka. Pada Hari Kuningan, umat Hindu melakukan pemujaan kepada para Deva dan Pitara, yang diundang untuk turun ke bumi, melaksanakan penyucian, dan menerima persembahan yang telah disiapkan.
Sebagai bagian dari perayaan ini, umat Hindu di Indonesia membuat nasi kuning sebagai simbol kemakmuran. Nasi kuning dan persembahan lainnya dipersembahkan sebagai tanda rasa syukur kepada Hyang Widhi, yang telah memberikan berkat berupa kebutuhan hidup kepada umat-Nya. Di Pura Jagatnatha Banguntapan, Yogyakarta, setelah persembahyangan bersama, nasi kuning dan lauk-pauknya dibagikan untuk dinikmati bersama, melambangkan kebersamaan.


Pelaksanaan upacara Kuningan disarankan dilakukan pada pagi hari sebelum matahari condong ke barat. Sebab, pada Hari Raya Kuningan, Ida Sanghyang Widhi Wasa memberi berkah mulai tengah malam hingga siang hari. Pada waktu tersebut, energi alam semesta yang terdiri dari lima elemen dasar (panca mahabhuta: pertiwi, apah, bayu, teja, akasa) mencapai puncaknya. Setelah tengah hari, alam memasuki fase pralina, atau masa kembalinya energi ke asalnya, hingga saat matahari terbenam, di mana alam memasuki fase istirahat yang disebut tamasika kala.
Kemenangan dharma atas adharma yang dirayakan pada Hari Galungan dan Kuningan sebaiknya tidak hanya menjadi simbol, melainkan juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun sulit bagi manusia untuk memahami dan menjalankan dharma, tetapi yang harus terus diupayakan dengan tulus.
Menurut Bhagawan Dwija, makna Hari Raya Kuningan adalah bentuk janji atau pemberitahuan (nguningang) kepada diri sendiri dan kepada Tuhan, bahwa kita akan selalu berusaha menegakkan dharma dan mengalahkan adharma dalam kehidupan. Dengan memahami dan melaksanakan dharma, kita dapat menemukan jati diri yang sejati.
Selamat merayakan hari raya Kuningan 🙏🏻😇
Hari Raya Kuningan: Celebrating Spiritual Enlightenment in Hindu Tradition
Hari Raya Kuningan is celebrated every 210 days, coinciding with Saniscara Kliwon Wuku Kuningan, ten days after Galungan. This day marks the peak of the religious festivities, symbolizing the spiritual culmination of the celebration.
What is Hari Raya Kuningan?
The term “Kuningan” comes from the word “Kauningan,” which signifies the achievement of spiritual awareness through introspection, helping individuals avoid misfortune. On this day, Hindus worship the Devas (Gods) and Pitara (Ancestors) who are invited to descend to earth, purify themselves, and receive the offerings prepared for them.
Symbolism and Traditions of Hari Kuningan
A significant aspect of Hari Kuningan is the preparation of yellow rice (nasi kuning), a symbol of prosperity. This special dish, along with other offerings, is a gesture of gratitude to Hyang Widhi (God Almighty) for the blessings of life. At Pura Jagatnatha Banguntapan in Yogyakarta, after a communal prayer, the yellow rice and its side dishes are shared among devotees, fostering a sense of togetherness.
The Spiritual Timing of Kuningan
The Kuningan ceremony is traditionally held in the morning, before the sun begins its descent to the west. This timing is significant, as Ida Sanghyang Widhi Wasa (God) grants blessings from midnight until noon, a period when the universal energy—comprised of the five fundamental elements (panca mahabhuta: earth, water, air, fire, and space)—is at its peak. After noon, the universe enters the pralina phase, when the energy returns to its source, and by sunset, the cosmos enters a state of rest known as tamasika kala.
The Deeper Meaning of Dharma and Adharma
The victory of dharma (righteousness) over adharma (unrighteousness), celebrated during Galungan and Kuningan, should not remain symbolic but be practiced in daily life. While understanding and embodying dharma can be challenging for humans, it is a pursuit that must be undertaken sincerely.
According to Bhagawan Dwija, the meaning of Hari Raya Kuningan is a promise or a reminder (nguningang) to oneself and to God that we will strive to uphold dharma and conquer adharma in life. By embracing and practicing dharma, we can discover our true self.
May this Kuningan Day bring spiritual enlightenment and guide us in the path of dharma. Happy Hari Raya Kuningan 🙏🏻😇