Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke rumah teman lama saya, Raden Wedono Hasto Prakoso, yang kebetulan juga menjadi Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta sejak tahun 2012.
Rumah Mas Hasto ini memiliki gaya yang sangat kental dengan budaya Jawa, dengan pendopo dan unsur-unsur bangunan yang banyak mengandung simbol Jawa. Kami duduk santai di pendopo sambil menikmati pemandangan sawah dan matahari terbenam.
Saya tertarik untuk mengetahui mengapa bisa ada Abdi Dalem yang masih muda seperti Mas Hasto di Kraton Yogyakarta. Sebelumnya, saya mengira Abdi Dalem hanya ditemui di kalangan yang lebih tua, namun kenyataannya banyak anak muda yang tertarik untuk mengabdikan diri sebagai Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta.
Apa sebenarnya Abdi Dalem itu? Menurut website Karaton, “Abdi Dalem merupakan aparatur sipil, sedangkan aparatur militernya adalah prajurit keraton. Abdi Dalem bertugas sebagai pelaksana operasional di setiap organisasi yang dibentuk oleh Sultan.” Pangkat dan kedudukan Abdi Dalem bervariasi, dan informasinya dapat ditemukan lebih lengkap di sini.
Mas Hasto menjadi Abdi Dalem atas tawaran dari almarhum Gusti Joyokusumo. Sebenarnya, sebelum tahun 2012, almarhum Gusti Joyokusumo telah menawarkan posisi Abdi Dalem pada beberapa kesempatan saat terlibat dalam gerakan keistimewaan Jogja. Namun, keputusan akhir untuk mendaftar sebagai Abdi Dalem ditunda hingga undang-undang keistimewaan disahkan. Setelah undang-undang tersebut disahkan, barulah Mas Hasto dan teman-temannya mendaftar menjadi Abdi Dalem.
Mendaftar dan menjadi Abdi Dalem didasarkan pada kecintaan terhadap budaya Jawa dan keinginan untuk berbakti. Mas Hasto sendiri merupakan keturunan langsung dari garis ibu trah Hamengku Buwono II (keturunan ke-9). Saat ini, ia berpangkat sebagai Wedana, sehingga bergelar Raden Wedono. Jika tidak ada hubungan silsilah dengan raja yang bertahta, gelarnya adalah Mas Wedono (bukan Raden). Meskipun ada kemungkinan untuk mengajukan kenaikan pangkat setiap 4 tahun, Mas Hasto memilih untuk tidak mengajukannya selama 6 tahun ini karena niatnya memang untuk mengabdi dan bukan mencari pangkat.
Sebagai Abdi Dalem Mirunggan (khusus), Mas Hasto memiliki tugas khusus yang pada awalnya dulu langsung ditugaskan oleh alm Gusti Joyokusumo. Meskipun tidak ada tupoksinya, Mas Hasto dapat merasakan apa yang perlu dikerjakan yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh Abdi Dalem lainnya. Contohnya adalah peran dalam gerakan sosial dan pembangunan opini masyarakat tentang Kraton. Salah satu tugas budaya yang rutin dilakukan adalah menyiapkan bendera-bendera dan tombak untuk acara Lampah Budaya Mubeng Beteng yang dilakukan tiap malam 1 Suro.
Menurut Mas Hasto, Abdi Dalem sebenarnya bukanlah pelayan atau pembantu Sultan, melainkan dapat lebih disebut sebagai Abdi Budaya. Mereka berperan sebagai agen kebudayaan Jawa dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, dengan mengedepankan tata nilai dan budaya Jawa, serta memahami berbagai aspek budaya, seperti cara berpakaian adat, atribusi, dan simbol-simbol.
Walaupun tidak digaji, karena Abdi Dalem Mirunggan itu masuknya Abdi Dalem Kaprajan (tidak tugas di Tepas tertentu), tapi Mas Hasto tetap tulus dan suka cita mengabdi dan menikmati sebagai Abdi Dalem karena kecintaannya kepada budaya Jawa sehingga bila ada acara resmi Kraton seyogyanya ikut walaupun tidak wajib misalnya acara Grebeg, Labuhan atau Hajad Dalem lainnya.
Dengan begitu banyak informasi menarik tentang Abdi Dalem dan kisah perjalanan Mas Hasto sebagai Raden Wedono, jelas bahwa cinta kepada budaya lokal dapat menjadi pendorong kuat bagi seseorang untuk mengabdikan diri dan memelihara warisan budaya yang tak ternilai di Kraton Yogyakarta.
Jika Anda tertarik untuk melihat rumah Mas Hasto atau mengikuti upacara adat Jawa yaitu Jamasan Tosan Aji, Anda dapat bergabung dalam acara pada tanggal 12-13 Agustus 2023 (informasi lebih lanjut dapat ditemukan di sini).